Halo, pemirsa! Indeks-indeks saham AS menutup minggu ini dengan catatan negatif. Kenaikan bulan Agustus lenyap. Penurunan yang begitu curam tersebut terjadi pasca pidato Jerome Powell. Dirinya mengkonfirmasi bahwa Fed akan terus melakukan pengetatan agresif akibat lonjakan inflasi. Pada Senin pagi, saham AS berjangka terus turun. Penurunannya yang tajam tentunya akan memengaruhi sentimen di pasar saham Asia.
Nada pidato Jerome Powell di Simposium Jackson Hole sangat hawkish. Dirinya dengan tegas memperingatkan terhadap pelonggaran kebijakan yang terlalu dini meskipun ada sinyal inflasi mungkin telah memuncak. Regulator berniat menaikkan suku bunga hingga inflasi mendekati level target 2%.

Powell juga menekankan bahwa pengetatan moneter bisa menyebabkan perlambatan perkembangan ekonomi dan penurunan di pasar tenaga kerja. Namun, “kegagalan untuk mengembalikan stabilitas harga akan berarti kerugian yang lebih besar,” ujar dirinya.

Petinggi Fed, Patrick Harker, Neel Kashkari, Loretta Mester, dan James Bullard minggu lalu menyampaikan pendapat serupa. Oleh karena itu, harapan beralihnya Fed ke sikap dovish memudar.

Kini para investor menantikan pidato baru para anggota Fed pada minggu ini. Para trader merenungkan kemungkinan kenaikan suku bunga ketiga beruntun sebesar 75 basis poin pada pertemuan September.


Dolar AS mempertahankan rally karena Fed tetap melakukan pengetatan agresif dan inflasi masih di atas 8%. Inflasi akhirnya mendekati level tertinggi 20 tahun setelah Simposium.

Pada sesi Asia, indeks dolar AS diperdagangkan dekat level 109.34. Indeks dolar AS minggu ini diperkirakan mencapai level tertinggi baru, mengakhiri Agustus di level 110. Sementara perekonomian AS berangsur menuju penurunan dan kemungkinan meningkatnya pengangguran, greenback terus bergerak naik. Hari ini, greenback kemungkinan bergerak dalam kisaran 108.88-109.48.

Kenaikan tajam dolar AS setelah pidato Fed berpengaruh negatif pada pergerakan yen. Skenario tersebut cukup bisa diprediksi. Dari sekarang, selisih suku bunga antara Fed dan bank sentral lainnya akan berdampak besar pada mata uang. Bagi yen, ini mungkin berubah menjadi bencana mengingat kebijakan moneter BoJ yang sangat longgar.

Selain pernyataan Powell, yen juga melemah akibat melebarnya selisih imbal hasil obligasi pemerintah AS dan Jepang. Ingat, Bank of Japan menganut kebijakan moneter lunak dan mempertahankan imbal hasil obligasi tetap rendah. Pada sesi Asia, imbal hasil Treasury kembali menguat. Pasangan dolar/yen menyusulnya. Pasangan ini diperdagangkan dalam kisaran 137.47–139.00 dan berhasil mendekati 139.69.


Dolar Australia juga kehilangan momentum. Mata uang ini anjlok ke level terendah bulanan, memulai minggu ini dari level 0.6854.

Rally greenback cukup pesat. Mata uang ini mendorong dolar Australia yang peka terhadap risiko turun meskipun data penjualan ritel Australia yang optimis. Penjualan ritel meningkat 1,3% pada bulan Juli, mencatat hasil terkuat dalam empat bulan.

Dolar Australia sebagai mata uang komoditas mungkin pulih di tengah kenaikan harga minyak dan logam non besi serta meningkatnya kondisi ekonomi di China.

Namun, seluruh prospek untuk pasangan AUD/USD tetap bearish, terutama pasca penurunan drastis indeks-indeks acuan AS. Pada sesi Asia, prakiraan para analis terkonfirmasi. Pasangan ini diperdagangkan dalam channel menurun 0.6841-0.6908.

Dolar Selandia Baru juga tergelincir ke level terendah bulanan baru. Reserve Bank of New Zealand mencatat penurunan ekspektasi inflasi dua tahun pertama sejak pertengahan 2020. Ini mengisyaratkan melemahnya tekanan inflasi.
Regulator memprediksi rekor inflasi sebesar 0,73% yang tercatat pada kuartal kedua tahun ini bisa turun ke 3,8% pada akhir tahun 2023.

Meskipun ada sinyal perkembangan dalam inflasi, itu tidak membantu the kiwi meraih momentum. Pasangan NZD/USD diperdagangkan dalam kisaran 0.6102-0.6143. Pada sesi Asia, pasangan ini anjlok ke 0.6105.


00:00 Intro
01:20 USDX
02:00 USD/JPY
02:47 AUD/USD
03:35 NZD/USD
https://www.ifxteam.com/id/

#berita_forex #asia_sesi #instaforex_tv